Jumat, 16 April 2010

Pisau Lipat dan Penerbanganku

Dari banyak penerbanganku, masalah pisau lipat sudah menjadi agenda klasik. Yang menjadi persoalan adalah tidak adanya perlakuan standard. Hanya sesekali pisau lipat di tas ketahuan, tapi kerap kali menguras energi.

Pada banyak kasus ketika pisau lipat ketahuan nyelip di tas, nada-nada tajam dari petugas keamanan bandara akan terdengar. Sepertinya karena pisau lipat yang kadang-kadang kita sudah tidak ingat ada dalam tas - karena tas berikut pisau lipat itu setiap hari menemani pekerjaan di jalanan - kita diperlakukan seperti penjahat yang akan membajak pesawat.

Tapi, penerbanganku dari Denpasar 13 Agustus 2009 memberiku warna beda, untuk persoalan pisau lipat ini.

====

Di Yogyakarta

''Mbak, bawa pisau lipat ya. Harus masuk bagasi. Kalau mbak tidak ada bagasi, bisa dititipkan ke teman yang ada bagasi. Pokoknya harus di bagasi,'' ujar mbak-mbak keamanan bandara Yogyakarta, di penghujung Juni 2009, yang mengundang pertengkaran seru di pintu bandara. Kebetulan, tak hanya aku yang kedapatan bawa pisau lipat multifungsi di tas. Seorang kawan kameramen pun membawanya.

Si mbak yang kayaknya baru lulus pendidikan keamanan dengan nyolot membentak-bentak kami berdua. Pun ketika kami jelaskan bahwa kami sudah hampir boarding, bahwa pisau itu perlengkapan liputan, bahwa semua bagasi sudah masuk pesawat dari tadi, bahwa tripod yang jelas2 dari alumunium lebih berbahaya daripada pisau lipat yang lebih banyak berfungsi sebagai pengungkit daripada sebagai pisau (hanya victorinox, setauku, pisau lipat yang benar2 berfungsi.. hihi.. kalau yang lain, apalagi buatan lokal, gada tajam2nya.. hihi lagi..), di depan mata mereka boleh masuk kabin tanpa ada masalah...

Bayangkan situasinya, belasan reporter dan kameramen dengan tampang kusut setelah dua pekan liputan di lapangan, dipersoalkan pisau lipatnya sementara tripod, kamera, dan perlengkapan lain yang lebih bahaya masuk juga ke kabin tanpa masalah.

Bukannya memberikan solusi, kami diberlakukan bak pesakitan. Sampai dikejar-kejar sampai pesawat. Diteriaki sepanjang ruang tunggu. Baru akhirnya seorang teknisi maskapai penerbangan yang jusru memberikan solusi untuk memasukkan pisau lipat itu ke //security item//, tanpa masuk bagasi. Cuma ngisi selembar dokumen, dan barang bisa diambil di bandara tujuan. ''Kenapa ga dari tadi solusinya ???!!!!''

=====

Ujung Pandang

Pagi-pagi, sendirian, tanpa bagasi seperti kebiasaan kemana pun aku pergi, di awal April 2009. Perlakuan yang sama buruknya dengan Yogyakarta. Tapi aku lolos dengan lagak sok polos menyelinap ke gate bandara.

=====

Jakarta

Masalahnya, belum pernah sekalipun aku dapat masalah pisau lipat di bandara Soekarno Hatta...
Selalu lolos dengan tenang..
Ga pernah terpermalukan...

====

Denpasar

Dan Denpasar memberiku pengalaman menyenangkan. Sekalipun aku ketahuan dan diberhentikan di pemeriksaan pertama - pertama, kawan2.. biasanya baru di pemeriksaan terakhir sebelum ruang tunggu, pisau itu ketahuan atau dipedulikan.. -..

Petang itu, 13 Agustus 2009...dari Denpasar aku harus menumpang penerbangan GA411..

''Maaf, mbak, tolong berhenti dulu sebentar. Bawa pisau lipat ya ?'' tanya mas2 di situ dengan ramah. Nadanya biasa saja tuh. Dia periksa ulang tasku. Ketika ga ketemu pisaunya - hihi, padahal dia sudah buka kantong tas yang ada pisau itu - dia nanya baik2, dimana pisau itu berada.

Ketika sudah ketemu, Bapak2 yang ada di situ - atasannya si mas2 kali ya.. - pun langsung bilang, ''Diantarkan saja ke petugas Garuda, biar masuk security item,'' kata dia dengan tetap ramah, ketika kukatakan aku tak bawa bagasi dan sudah masuk waktu boarding. Maka diantarlah aku sampai ke gate garuda, diuruskan sampai dokumen security item itu beres, bahkan aku disuruhnya tetap antre masuk sementara dia yang ngurus..

=====

Seandainya ada pelayanan standard di semua bandara Indonesia, tak perlu energi keluar sia2 hanya karena masalah pisau lipat..
Toh, ada solusi //security item// semacam itu.
Tinggal disegel, dengan tanda terima, dan pasti bisa diambil sesudahnya..

Tidak semua orang bawa bagasi ketika harus menumpang pesawat terbang.

Bahwa standard keamanan memang harus ditegakkan.
Tapi kalau kemudian penumpang diperlakukan seperti pesakitan, wah, ngajak berkelahi deh.
Apalagi udah capek liputan, masih ngejar deadline di tempat tujuan, eh dibentak2 cuma urusan pisau lipat.
Karena agak konyol kadang2, posisi pisau lipat itu benar2 nyempil di sudut tas. Yang kalau memang mau digunakan, harus membongkar total tas itu.
Ok, itu debatable.
Tapi yang jelas, para petugas yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan penumpang atau pelanggan, mestinya punya standard penanganan kasus semacam itu kan..
Bahwa sama2 capeknya, iya lah, namanya kerja..
Tapi ketika memilih bekerja di sektor layanan, ya itu tugas Anda untuk bersikap sebagai 'pelayan'.. Bukan jadi sipir..

Tabik..
=== aku memang juga harus terus latihan sabar sih. tapi kalau aku sudah sabar dan sopan masih aja dibentak-bentak, itu ngajak berkelahi bukan ? hehehe.. ===

3 komentar:

  1. kayaknya aku buntut pertama mbak deh di blog ini...

    baru join di twitternya mas andreas harsono, iseng-iseng nge-link ke twitter mbak. ada link lagi, ya diklik lagi, taunya blog mbak. jurnalis juga rupanya. ga tau kenapa aku suka sama jurnalis. tulisannya enak. kayaknya aku bakal jadi jurnalis juga deh. hehe...

    dari tulisannya mbak, aku nangkapnya mbak suka berkelahi bukan??? (hehe.. lagi)

    BalasHapus
  2. wah, baru baca komentarnya.. dah hampir dua tahun.. hehehehehehe... saya kalem kok.. kl lg merem, tapi.. hehehe..

    BalasHapus
  3. bawa pisau/ sajam boleh ya? asalkan masuk bagasi >????

    BalasHapus