Senin, 27 Februari 2012

Masih Ada Cerita Baik


Cerita bodohku hari ini.

Ketinggalan pesawat.

Tapi, poinnya bukan itu. Justru di tengah hiruk pikuk ‘mengejar’ liputan kali ini, sekali lagi aku bertemu sisi ‘kebaikan’ hati yang lagi-lagi menyelip di tengah segala rupa wajah manusia.

Aku terlambat, salahku. Gara-gara salah manajemen waktu, harus menyempatkan mengantarkan amanat keluarga ke seluruh keluarga besar yang menyebar di jakarta, di sela segala jadwal kerjaan harian. Yang itu pun tidak terburu. Lagi-lagi karena manajemen waktu dan ‘manic depresi’ yg ga penting, membuat semua penjadwalan berantakan.

Akhirnya diputuskan meninggalkan motor di kantor, sekitar dua jam sebelum jadwal pesawat take off. Sudah dengan ngebut ga penting, tentu saja, dari kalisari cijantung.

Ketemu ‘dia’ yang baru cari makan siang sepertinya. Merepoti ‘dia’ menyimpankan ‘barang keluarga’ yang tak keburu dikirim. Pakai menyuruh2 satpam kantor mencarikan taksi, walaupun gagal.

Singkat cerita dapat taksi dari pejavil.

Sopirnya masih muda, ganteng, cerewet. Tp sudah punya istri. Yah dia memberikan tausiyah soal niat menikah. Hahahaha.. Ya anggap aja meredakan ketegangan mengejar pesawat, di tengah macet mampang yang membutuhkan banyak istighfar untuk sabar.

Urusan berikutnya : check in.

Waktu tersisa tinggal sejam lewat beberapa menit. Apesnya, pulsa telepon abis. Wkwkwk.. Tinggal sisa IM2, dg battere mepet.. Jurus terakhir, twitter, ym, imel. Lagi-lagi ‘dia’ kena. Hehehe.. Thx a lot kawan. Data paspor pun dikirim untuk bisa chek-in jarak jauh. Maaf buat si aa’ yg menguruskan check in di bandara.. waduh, si aa’.. hahaha.. bisa jd gosip baru neh.. :p .. hehe..

Ok, sudah bisa check-in. Haaaahh.. ambil nafas...

Tapiiii..

Ini kok sopir ga lihai ya..

Dia sih mengaku itu sudah ngebut. Tapi spedometer cuma sesekali sampai angka seratus. Mau kuminta gantiin nyopir, ga sopan juga rasanya. Hummm.. Pengalaman aku dulu pernah mengejar pesawat dengan waktu yg lebih mepet, dengan kemacetan lebih parah, masih bisa sampai 5 menit sebelum penerbangan. Total waktu tempuh saat itu, kurang dari sejam. Wkwkwkwk.. *sarap pisan waktu itu*.

Dan, benar-benar terlambat.

Langkah pertama, cari pulsa. Bodohku, di tengah keuangan menipis, aku beli pulsa 50 ribu. Pikirku, aku harus banyak telp. Bukan buat apa2. Tapi, karena aku memang ga punya uang. Hehehe.. Ada dua atm yang masih nyelip di dompet. Yang satu sudah mati, yang satu sekarat karena tak ada isinya.

Masuk loket check in garuda, berusaha cari next flight. ‘Bentar ya. Penerbangan berikutnya penuh. Kalaupun ada, kena charge sesuai kelas ekonomi,’ kata pak dicki si petugas check in. Waks..Tengok tiket yg angus, harganya di atas 1 juta.. waduh...uang di tangan kira-kira tinggal cepek, ga ada atm.

Maka, aksi telp pun dimulai. Ke para pihak terkait. Apakah tetap harus berangkat, apakah bisa diklaim ke kantor, dan yang pasti : minta dikirimi duit. Itu pun belum ada kepastian dapat kursi atau enggak. Tiga empat kali bolak-balik ke loket, dapat gelengan saja dari pak dicki. Hehe..

Orang garuda pun ditelp lewat bantuan kantor. *xixi..* .. Ga ngaruh, tetap harus nunggu. Ok.. sepuluh menit kemudian baru dipanggil. ‘Yak silahkan ke kasir. Kena charge. Biayanya berapa, di kasir saja,’ kata pak dicki yang sudah ga bisa senyum melihatku.

Gontai ke kasir. ‘Seratus tiga puluh lima ribu, bu,’ kata mbak kasir. Waks.. cilaka... keluarkan semua isi dompet dan saku.. satu, dua, .. ups.. Cuma ada 115, dan beberapa lembar ribuan... waduh.. aksi telepon pun dilakukan lagi.. transferin gw duong.. di tengah tatapan aneh mbak kasir.. bahkan sampai si mbak nyeletuk, ‘Cuma seratus tiga puluh lima lho,’ dengan pandangan prihatinnya... wahahaha.. ga tau dia, kalau sekarang ada duit segitu pun setelah menjual aset kepada kawan.. wkwkwkkw..... ‘Bu, sudah jam segini lho,’ kata mbak kasir ga sabar dengan pandangan anehnya. Hehe..

Beruntung, sebelumnya -di saat terakhir menanti pak dicki memproses tiketku itu - ada satu sosok lelaki berbaju safari. Sebut saja namanya pak hendri. Sumpah, itu nama yang dia sebut. Wahahaha... Dari mula tahu aku ketinggalan pesawat, dia sudah membagi-bagi tips untuk besok2 lagi kalau mengejar jadwal pesawat. Dari jurus belok taksi, berburu ojek, dan tanpa bagasi. Dia pula – justru – yang bilang charge yang harus kubayar ga akan mahal, ga sampai di atas 500 ribu. *dulu aku pernah salah lihat tanggal tiket, dan harus bayar lebih dari separo harga soalnya.. masih trauma*.

Nah, pas grogi dipandangi aneh mbak kasir, pak hendri jg bayar-bayar tiket yang diurusnya gitu deh. Maka, jurus sok bisa dipercaya dipakai. ‘Pak, kalau saya pinjam uangnya dulu, bapak percaya tidak sama saya ?’. hahahahah.. parah... waktu ditanya kurang berapa, kujawab sambil tunjukin recehanku, ‘kurang 20 ribu pak.’ Wkwkwkkww... baru sekali ini lho, penampilanku cocok dg kekayaan. Dekil dan ga punya uang. Hahahaha...

Dan, alhamdulillah, dia sodorkan selembar ratusan ribu. Sekalian buat bayar apa itu yg 40 ribu itu, katanya. Hahaha... Dia juga malah yg nyuruh cepat-cepat dibayar, karena dari loket seberang pak dicki jg sudah meneriakiku untuk cepat-cepat balik lagi ambil boarding pass. Sambil lari, kuminta nomor telepon pak hendri, cuma bisa teriak terima kasih dan janji akan kutelp.

Whuaaahhhh... setelah di bis shuttle menuju pesawat, baru sadar bahwa aku beruntung. Di bandara bo’.. garuda pula pesawatnya, ada gw yg ga punya duit buat bayar 135 ribu dan ada orang yang mau bayarin padahal ga kenal.. *sepertinya mukaku memang sangat memelas saat itu*.

Beruntung juga, banyak teman-teman dengan segala rupa bantuannya, beruntun kudapat dalam rentetan beberapa jam ini saja. Mungkin sepele, tapi sebagai sebuah jalinan cerita, kl satu dari semua bantuan itu tak kudapat, jalan ceritanya pasti juga beda lagi.

Terima kasih untuk teman-teman kantor yang sdh berusaha transfer meskipun gagal.. juga korlip yang mencarikan rekening yg bisa transfer ke atm-ku.. walaupun mmg ga kekirim akhirnya.. toh jg kuminta cancel setelah ada ‘dana pak hendri’..

Dan ketika sudah duduk di dalam pesawat, baru sadar juga, bahwa di tengah hiruk pikuk soal pesawat itu ada beberapa kalimat aneh di sela telepon aku minta ditransfer dan juga sms aneh. ‘palupi, selamat ya. Bla bla bla..’ .. dari para sejawat di kantor .. belum jelas bagaimana cerita dan detilnya, tapi kira-kira aku paham lah apa yg terjadi..

terima kasih, kawan-kawan.. amanah baru.. belum tahu juga seperti apa.. belum tahu juga apakah akan diterima.. hehe.. tapi tetap terima kasih, kawan-kawan.. kalian menghangatkan hatiku di hari yang hiruk pikuk ini.. :D ..

Ada juga telepon yang menanyakan keberadaan diriku, sudah sekian lama menghilang katanya. Undangan ngupi2 jalanan pun disampaikan. Siap perintah, kawan ! ..

Ok, di atas pesawat yang bergoncang-goncang ini, sungguh aku bersyukur. Alhamdulillah, untuk segalanya. Selalu ada sisi terang dalam setiap peristiwa. Apapun alasan atau motifnya, kebaikan masih tetap ada di mana-mana. Hanya kita mmg suka ga sabar dan memaksa. :D

Di langit pulau jawa, 8 Desember 2010, 18.55 wib

Tentang Tak Genap Empat Bulan


Tak genap empat bulan aku di ruangan ini, di kursi ini, di sudut ini.

Tapi tak kupungkiri, ini seperti kembali ke ‘rumah’ yang sempat hilang.


Tak genap empat bulan, hari-hari penuh ‘pertengkaran’ di sini.

Tapi juga tak genap empat bulan untuk segala canda, tawa, keringat, bahkan air mata dibagi bersama.

Hehehe.. Sedikit sentimentil memang.

Tapi memang inilah salah satu tim hebat yang pernah kupunya, dengan segala lebih dan kurangnya.

Pasti, ini bukan tim sempurna.

Tapi ‘rata-rata air’ jadi slogan penyeimbang beragam ‘kecepatan’ dari empat orang yang memang berbeda.

Thx to kang one, kang osa, mail.

Untuk tak genap empat bulan yang kita jalani bersama.

Mungkin aku bukan orang yang akan kalian rindukan.

Tapi pastikan bahwa kalian kurindukan.

Juga seluruh kawan-kawan redaksi lantai empat, pun kawan-kawan reporter di lapangan.

Maaf, jika tak genap empat bulan-ku di sini, bukanlah tak genap empat bulan yang dikenang dengan indah.

Tapi yakinlah, niatku hanya ingin bersama-sama menjadi dan mewujudkan yang terbaik bersama kalian.

Mungkin terlalu naif dan melankolis, tapi buatku itulah senyatanya.

Tak lupa, untuk seluruh keluarga warung buncit 37 Jakarta.

Dari satpam, OB, resepsionis, sekred, perpus, produksi, foto, fax, dan bagian lain.

Mohon maaf untuk segala salah yang kubuat selama enam tahun berinteraksi di sini.

Termasuk tak genap empat bulan terakhir.

Buatku, mungkin tak akan ada lagi insiden terbangun pagi hari karena OB sudah datang membersihkan ruangan.

Buat kalian, mungkin sudah tak ada lagi orang menyebalkan yang terlalu sering menginap di kantor.

Terima kasih untuk segalanya.

Apapun itu, pasti ada hikmahnya.

-- lantai 3 WB 37, 26 Maret 2011, Jelang Tengah Malam --

Si Pembaca Serius Itu..


Setiap malam, menjelang pergantian hari..

“Assalaamualaikum..,” bisikku pelan sembari membuka pintu kamar kos. Aroma lemon pengharum pasaran, menyeruak hidung saat pintu terbuka pelan. Beringsut kumasuki ruang dengan dominasi warna hijau ini, menyenggol gantungan pengharum tanpa menjatuhkannya, menyelipkan tangan ke balik lemari, menekan saklar lampu.

Ritual berikutnya, kutaruh ransel di samping meja, copot kaca mata dan meletakkannya di meja, lepas jaket dan menyampirkannya ke gantungan di pintu, ganti kostum. “Fhewwww…,” kutaruh badanku di hamparan karpet. Menghirup nafas panjang, mengeluarkan segala udara yang seharian dihirup dari jalanan.

Pelan, kepalaku berpaling ke meja di jangkauan tangan. “Hmm..,” mataku memilah judul buku apa yang mau menemaniku malam ini. Ah, sesaat aku tertegun. “Sedang membaca apa kamu di sana, ‘pembaca serius’-ku ? Atau sudah terlelapkah ?”

Bertahun-tahun sebelumnya..

“Apapun, tak usah kau berikan lagi padaku. Kecuali buku, bolehlah,’’ ujarmu sembari berlalu. Mengakhiri segala perdebatan, pertengkaran, kesalahpahaman. Menutup semua peluang pembicaraan, telepon, maupun sms. “Just leave me alone.”

Kembali ke setiap malam..

Ah, sudah berapa lama tak lagi kukirimkan buku padamu. Rentang waktu yang sama, tak lagi kubeli buku lebih dari satu untuk setiap judul. Tak lagi ku-copy buku-buku yang sudah tak ada lagi di pasaran. Cuma ada satu buku untuk setiap judul, dan itu hanya menyesaki rak bukuku. Tak ada lagi namamu di kemasan paket yang tergopoh-gopoh kusempatkan menitipkannya ke kantor pos. Tak ada lagi ritual mencari satu lagi edisi buku yang baru saja usai dibaca dan kurasa layak kubagikan padamu. Yang ada tinggal mematikan hati yang disusupi rindu mengirimkan buku.

Setahun lalu..

“Oh, jadi buku-buku itu memang tak pernah dibaca ya ? Semua terkait aku, tak berguna ?” ujarku sepedas-pedasnya di e-mail, sms, ym. Semua yang tak akan berjawab, kutahu. Dan sejak saat itu, mati hasratku mengiriminya buku. Sebagus apapun buku itu.

Malam-malam ini..

Mungkin kau memang sudah bukan si ‘pembaca serius’ yang dulu kupikir kukenal. Yang berbinar menerima buku dariku di satu waktu. Dulu.

Masih tersisa ingatan tentang rasa sesak, saat kutahu buku yang kuberikan kau serahkan begitu saja ke orang. Ketika buku yang dipuji-puji orang lain, ternyata adalah buku yang dulu kuberikan padamu, yang kau sebut sebagai ‘biasa saja’.

Masih ada sedikit ingatan tentang buku yang sudah tak lagi dicetak, yang dengan enteng kau bilang tak lagi kau temukan di rumahmu saat hendak kupinjam. Hanya karena kau sedang marah saat kuantarkan buku itu.

Tapi ya sudahlah. Ini soal pilihan dan selera. Meski sesekali otomatis otakku merekomendasikan buku bagus yang baru usai kubaca untuk kukirim ke kamu, kukatakan kepada diriku sendiri untuk bertahan. Bukan untuk mendendam. Hanya semoga yang terbaik untukmu.

*sudut ruangan, 13 Mei 2011*

nb : lama ga ngayal ngarang tulisan fiksi, ternyata riweuh juga.. garing tralala rasanya.. punten yak.. :$

Tuhan, Ngobrol Bentar Yuk..

Tuhan, aku tidak pernah tahu pasti mengapa hari ini aku harus begini, besok begitu, atau kemarin bagaimana lagi. Aku tak pernah tahu rahasia-Mu. Terlalu absurd untuk sel kelabu di dalam batok kepalaku.

Tapi, Tuhan, biarkan aku berterima kasih pada-Mu. Untuk semua hal membingungkan yang kujalani saja setiap saat. Untuk setiap pertemuan dan perpisahan yang kadang-kadang benar-benar gagal kupahami sebab dan maksudnya.

Kurasa aku terlalu yakin bahwa Kau tak akan menciptakan segala sesuatu untuk sia-sia. Aku dan sel kelabuku saja yang tak sanggup seketika mencerna.

Kadang-kadang, rasanya memang terlalu menyesakkan dan seolah berjalan ke arah kebuntuan. Tapi janji-Mu bukan, bahwa siapa yang berpegang pada buhul-Mu tak akan merugi. Janjimu juga bukan, bahwa segala kebaikan dan keburukan, sekecil apapun, tak akan terlewatkan oleh kuasa-Mu.

Jadi, Tuhan, maafkan aku kalau dalam ritme tak tentu aku kerap menjauh dan menafikan-Mu. Menganggap-Mu tak akan tahu busuknya bisik hatiku, piciknya pikiranku, atau buruknya perbuatanku. Kadang-kadang menjadi bengal itu menyenangkan, Tuhan. Meskipun sesudahnya juga merutuki diri sendiri.

Maka, ketika aku tak juga paham mengapa saat ini aku ada di mana, seperti halnya kemarin dan esok aku ada di mana, tolonglah Tuhan beri aku sedikit kesabaran untuk tak berbisik-bisik busuk dengan hatiku. Untuk tak membiarkan otakku membuat sejuta alternatif pemahaman. Tolong, Tuhan, biarkan aku seperti biasanya, yang mengikuti dan menjalani saja semuanya. Menelan semuanya dulu tanpa harus berbanyak buruk pikir dan prasangka.

Kalaupun semua yang kulakukan disalahtafsirkan sesama makhluk-Mu, Tuhan, tolong pastikan aku tak ambil pusing selama itu bukan penafsiran-Mu. Tolong banget deh, lapangkan saja dada dan kepalaku. Isi saja dengan hal-hal yang kira-kira berguna. Setidaknya untuk tak membuatku sia-sia jadi manusia. Itu saja kok.

Biarkan laiknya angin sepoi-sepoi, semua hal dalam kehidupan ini membelai tubuhku tanpa perlu menghempaskan. Biarkan sedikit hawa segar atau sebaliknya sengatan panas yang terbawa, memberi nuansa untuk hidupku.Selebihnya, beri saja hal-hal membingungkan dan yang tak sepenuhnya kupahami itu untuk kukerjakan seperti biasanya, yang semoga ada gunanya.

Sudah ya, Tuhan, itu saja yang ingin kubicarakan sekarang. Tidak perlu orkestra lengkap untuk melantunkan nada dalam hidupku. Cukup petikan dawai gitar atau denting piano, atau gabungan dua tiga alat musik kehidupan saja. Tak perlu juga yang menggelegar. Yang sederhana dan cukup saja.

Ah, sudah kepanjangan. Kau lebih tahu yang pas untukku, tanpa perlu aku mendetilkannya bukan. Tentu, aku tetap akan meminta beberapa hal remeh temeh, mumpung Kau selalu perintahkan untuk hanya meminta pada-Mu. Tapi cukuplah yang sederhana dan secukupnya saja yang Kau beri, seperti yang Kau tahu dengan lebih pasti yang kubutuhkan.

Salaam..

>> pojokan 'asrama putri' Riau 126 Bandung, 21 Juni 2011, 22.15 WIB

Minggu, 26 Februari 2012

Aku Mengerti

Teruntuk kau yg datang lalu pergi dengan menyimpan beban di kepala dan hati.. Teruntuk kau yg berpikir telah melukai hati maupun yg merasa tersakiti.. Teruntuk kau yg sesungguhnya punya mimpi dan janji sehati..

Salah, kalau kau bilang dan pikir sikap keras dan kasarmu adalah satu2nya cara untuk membuatku paham dan mengerti.. Krn kebaikan hatimu yg membuatku mengerti..

Bahwa aku bodoh dan keras kepala, bukan berarti aku tak mengerti.. Bahwa aku temperamental, juga bukan berarti aku tak mengerti..

Semua butuh proses untuk menampakkan hasil, seperti yg sll kau bilang, pun berlaku untukku.. Bukan pula berarti ada pembenaran untuk kebodohan, kekeraskepalaan, dan temperamentalku..

Suatu saat semoga kau tahu, bahwa kebaikan hatimu saat itulah yg membangunkanku dari mimpi.. Mimpi akan diselamatkan, sekaligus mimpi buruk tak akan pernah terselamatkan.. Krn sejatinya, kesempatan ada.. Ia hanya mensyaratkan keteguhan hati, untuk bangkit dan memperbaiki diri..

Kau bukan terlahir sebagai pahlawan bagiku.. Kau ada sebagai dirimu apa adanya.. Yg kebetulan saja membuat org di sekitarmu bermimpi dan yakin merasa bisa melakukan banyak hal.. Tp kau jg org yg tak akan menoleransi org2 yg tak mandiri..

Bahkan, demi mewujudkan impian kau bisa meninggalkan siapapun yg tak berkemampuan.. Hanya bila semua org bersama2 menjadi dirinya sdr, berjuang sekuat tenaga mjd yg terbaik mewujudkan impiannya, barulah kau akan ada bersama2 mereka..

Aku mengerti semua itu.. Denganmu atau tanpamu, aku akan tetap mengerti.. Dengan atau tanpa kau.. Dan mengertiku adalah langkahku, hari ini dan esok hari.. Janji hati, dari kebaikanmu yg membuatku mengerti..

Mgkn saja kita berjalan bersama-sama, tp tak berarti perjalanan kita sama.. Bukan berarti kita yg sdg berjalan sendiri-sendiri, benar-benar memiliki perjalanan sendiri.. Terikat dalam semesta yg kadang tak bisa seketika dimengerti, setiap kita tercipta beda dan teristimewa, untuk menjaga semesta tetap ada, sebisa kita..

Selamat jalan, kawan.. Lanjutkan saja perjalanan, entah mengubahmu atau membekukan bahkan.. Mantapkan niat, teguhkan hati, langkahkan kaki.. Dalam riang maupun sunyi..

-depok, 20 februari 2012-